Minggu, 22 Januari 2023

Besaran dan Satuan

BESARAN, SATUAN DAN PENGUKURAN

Peta Konsep

Gambar 1. Peta Konsep Materi Pelajaran Besarn, Satuan dan Pengukuran


A.      Besaran, Satuan dan Pengukuran

1.       Besaran

Besaran merupakan segala sesuatu yang dapat diukur. Besaran dikelompokkan menjadi dua yaitu besaran pokok dan besaran turunan.

2.       Besaran Pokok dan Besaran Turunan

Besaran pokok merupakan besaran yang satuannya telah ditentukan terlebih dahulu dan tidak diturunkan dari besaran-besaran lain.

Terdapat tujuh besaran pokok, seperti yang ada pada tabel berikut:

 
Gambar 2. Tabel Besaran Pokok

Besaran turunan merupakan besaran yang diturunkan dari besaran pokok. Besaran turunan ini dapat diturunkan dari satu atau lebih besaran pokok. Beberapa contoh besaran turunan ditampilkan pada Tabel berikut:

 
Gambar 3. Tabel besaran turunan

B.      Pengukuran

Setiap besaran dapat diukur dengan banyak cara dan banyak alat. Misalnya untuk besaran panjang sendiri terdapat banyak alat ukur yang dapat digunakan antara lain mistar, jangka sorong, mikrometer sekrup dan masih banyak lagi alat ukur yang lainnya. Misalnya untuk mengukur panjang sebuah buku alat ukur yang digunakan adalah mistar. Mengapa tidak menggunakan jangka sorong atau mikrometer sekrup? Masing-masing alat ukur memiliki ketelitian yang berbeda sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

1)      Mistar

Mistar merupakan salah satu alat ukur panjang yang paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya mistar digunakan untuk mengukur panjang benda-benda yang besar.

 
Gambar 4. Mistar Ukur

2)      Jangka Sorong

Jangka sorong seperti yang ditunjukkan dalam Gambar merupakan salah satu alat ukur panjang. Biasanya jangka sorong ini digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam, atau kedalaman. Berbeda dengan mistar yang hanya terdapat skala utama, pada jangka sorong terdapat skala utama dan skala nonius. Selain itu terdapat beberapa bagian lain dari jangka sorong yaitu rahang tetap atas dan bawah yang tidak bergeser saat melakukan pengukuran. Sedangkan rahang sorong atas dan bawah akan bergeser saat melakukan pengukuran. Saat rahang sorong bergeser maka skala nonius dan tangkai ukur kedalaman akan ikut bergeser. Tingkat ketelitian jangka sorong adalah 0,01 cm.

 
 
Gambar 5. bagian-bagian Jangka Sorong

Cara Menghitung panjang dengan Jangka Sorong

 

3)      Mikrometer sekrup

Mikrometer sekrup seperti yang ditunjukkan oleh gambar juga merupakan alat ukur panjang. Biasanya mikrometer sekrup ini digunakan untuk mengukur panjang yang ordenya kecil, misalnya untuk mengukur tebal kertas atau mengukur panjang suatu benda yang kecil. Hal ini dilakukan karena kemampuan mikrometer sekrup mengukur hingga 0,01 mm.

 
Gambar 6. Bagian-bagian mikrometer sekrup

 

Cara menghitung panjang dengan mikrometer sekrup



Jawab

       Skala utama = 4mm

       Skala nonius = 0,30mm

       Maka, hasil dari pengukuran diatas adalah:

       Skala utama + skala nonius

        = 4 mm +(0,01 x 30) mm

        = 4,30mm

 

4)      Neraca

Neraca atau dalam bahasa sehari-hari biasa disebut timbangan adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengukur massa. Neraca ini banyak sekali jenisnya. ada neraca dua lengan ada pula neraca satu lengan yang ditunjukkan  atau bahkan tidak berlengan seperti neraca digital. Neraca-neraca ini memiliki tingkat ketelitian yang berbeda-beda bergantung pada spesifikasinya. Salah satu neraca yang sering digunakan di laboratorium adalah neraca tiga lengan.  Berikut gambar Neraca Tiga Lengan.

 
Gambar 7. Neraca tiga lengan

5)      Multimeter

Multimeter Salah satu alat ukur yang sering digunakan adalah multimeter seperti yang ditunjukkan Gambar. Multimeter ini merupakan alat ukur besaran-besaran listrik yang dapat digunakan untuk mengukur tegangan AC maupun DC, mengukur arus, mengukur hambatan. Namun, setiap multimeter mungkin dapat memiliki tambahan mode sehingga dapat digunakan untuk mengukur besaran-besaran lainnya. Pada multimeter juga terdapat batas ukur. Batas ukur ini merupakan nilai maksimal yang dapat diukur menggunakan multimeter yang dipakai, artinya multimeter tersebut tidak dapat mengukur nilai besaran yang lebih besar dari batas ukurnya. Bila dipaksakan dapat merusak alat. Batas ukur biasanya tidak hanya satu, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengukuran.

 
Gambar 8. Multimeter

C.      Ralat dan Ketidakpastian

1)      Kesalahan acak (rambang)

Kesalahan acak pada umumnya disebabkan oleh adanya hal yang tidak tepat yang halus selama melakukan pengukuran. Hal yang tidak tepat ini tidak dapat diketahui secara pasti, misalnya karena adanya faktor pengganggu. Faktor-faktor pengganggu ini biasanya bersumber dari gejala yang tidak mungkin dikendalikan karena pengganggu ini berlangsung sangat cepat dan periodenya tidak teratur. Beberapa contoh faktor pengganggu antara lain fluktuasi tegangan jarum listrik, getaran yang periodenya tidak teratur, atau bising yang biasanya mengganggu alat elektronik.

2)      Kesalahan sistematis

Sedangkan kesalahan sistematis merupakan kesalahan yang terjadi secara konsisten. Kesalahan sistematis ini biasanya dapat diketahui penyebabnya dan dapat diperhitungkan atau ditentukan. Contoh kesalahan sistematis misalnya kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, atau kesalahan arah pandang dalam membaca skala (paralak) seperti pada Gambar dibawah ini. Kesalahan sistematis ini dapat dikurangi dengan mengalibrasi ulang alat ukur, mengatur ulang titik nol.  Pengukuran yang dilakukan ternyata memiliki banyak kemungkinan untuk mengalami kesalahan. Oleh karena itu biasanya pengukuran tidak hanya dilakukan satu kali untuk meyakinkan dan agar diperoleh hasil pengukuran yang lebih akurat.

 
Gambar 9. Kesalahan paralaks

 

D.      Ketidakpastian Pengukuran Tunggal

Pengukuran tunggal artinya pengukuran hanya dilakukan satu kali. Ada beberapa hal yang menyebabkan pengukuran hanya dilakukan satu kali, misalnya dalam pengukuran curah hujan tentunya tidak dapat dilakukan pengulangan karena sulit untuk mengatur agar hujan yang sama terjadi berulang, atau misalnya mengukur tebal buku menggunakan mistar maka biasanya akan diperoleh nilai yang sama meskipun dilakukan berulang-ulang karena alat ukur yang digunakan ketelitiannya kurang. Maka untuk menyatakan ketidakpastian pengukuran tunggal digunakan nilai setengah skala terkecil dari alat ukur yang dipakai untuk mengukur seperti persamaan  berikut ini.

Misalnya dilakukan pengukuran menggunakan mistar yang skala terkecilnya adalah 0,1 cm maka ketidakpastian pengukuran tunggal untuk mistar adalah 0,05.

 

E.       Ketidakpastian Pengukuran Berulang

Pengukuran berulang adalah pengukuran besaran yang sama pada satu obyek yang sama menggunakan alat ukur yang sama namun dilakukan lebih dari satu kali. Dalam pengukuran biasanya hasil yang diperoleh tidak selalu sama. Pengukuran pertama menghasilkan nilai 𝑥1 kemudian pengukuran kedua menghasilkan nilai 𝑥2 dst. sampai pengukuran selesai. Untuk pengukuran berulang ini dihasilkan nilai yang mungkin berbeda.


Sedangkan nilai ketidakpastian pengukuran berulang ini mengikuti persamaan berikut:

F.       Angka Penting

1)      Notasi Ilmiah

Hasil pengukuran sangat beragam mulai dari hasil pengukuran yang sangat kecil misalnya massa atom sampai hasil pengukuran yang sangat besar misalnya massa bumi. Penyajian hasil pengukuran yang sangat besar atau sangat kecil ini biasanya terdiri dari deretan angka yang banyak sehingga sering menyebabkan kesalahan dalam penulisannya, oleh karena itu diberikan aturan notasi ilmiah untuk menyatakan hasil-hasil pengukuran ini.

Notasi ilmiah berbentuk   a x 10n  ,   dengan a adalah angka penting. 

             

Aturan  penulisan hasil pengukuran dengan notasi Ilmiah yaitu

1.       Pindahkan koma desimal sampai hanya tersisa satu angka dikiri

2.       Hitunglah banyaknya angka yang dilewati koma desimal dan gunakan angka tersebut sebagai pangkat dari 10

Contoh

                                 Notasi ilmiah yang  ditulis menjadi 6,37 x 1024 kg

2)      Angka Penting

Angka penting merupakan angka hasil pengamatan atau angka-angka yang diperoleh dari hasil pengukuran.

Aturan-aturan angka penting , yaitu:

1.       Semua angka bukan nol adalah angka penting. di antaranya 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Sebagai contoh, angka 12.455 terdiri dari lima angka penting.

2.       Angka nol yang terletak di antara dua angka bukan nol adalah angka penting. Contoh angka 509.000 memiliki tiga angka penting yaitu 5, 0, dan 9.

3.       Semua angka nol yang terletak pada deretan akhir dari angka-angka yang ditulis di belakang koma desimal termasuk angka penting. contoh, angka 35,100 memiliki lima angka penting yaitu 3, 5, 1, 0, dan 0.

4.       Angka-angka nol yang digunakan hanya untuk tempat titik desimal adalah bukan angka penting. contoh, angka 0,0065 memiliki dua angka penting yaitu 6 dan 5.

5.       Bilangan-bilangan puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya yang memiliki angka-angka nol pada deretan akhir harus dituliskan dalam notasi ilmiah agar jelas apakah angka-angka nol tersebut termasuk angka penting atau bukan.

Contoh

            3500 = 3,5 x 103  (mempunyai 2 angka penting yaitu 3 dan 5)

            3500 = 3,50 x 103  (mempunyai 3 angka penting yaitu 3 , 5 dan 0)

 

Penjumlahan dan Pengurangan Angka Penting

Hasil penjumlahan dan Pengurangan angka penting hanya boleh mengandung satu angka taksiran.

       Contoh


Perkalian dan Pembagian Angka Penting            

Hasil perkalian dan pembagian angka penting, hanya boleh mengandung sebanyak angka penting paling sedikit dari semua bilangan yang terlibat dalam operasi perkalian atau pembagian.

       Contoh

 

REFERENSI:

Nugroho, Aris Prasetya dkk. 2016. Fisika Peminatan Matamatika dan Ilmu-ilmu Alam untuk SMA/MA X. Surakarta: Mediatama.

Zemansky, Sears. 1962. Fisika Untuk Universitas 1 Mekanika, Panas, dan Bunyi. Jakarta: Yayasan Dana Buku Indonesia.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAHAS SOAL TANGGA TERGELINCIR

  Sebuah tangga AB homogen panjangnya 4 m dan beratnya 300 N. Tangga tersebut bersandar dengan ujung B pada dinding vertikal yan...